MAKALAH MANJEMEN PENDIDIKAN
TENTANG ARTI, TUJUAN DAN KARAKTERISTIK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
Disusun Oleh :
NAMA : SUJA BITNA
NIM : 12 00 055
SEMESTER : VI (Ganjil)
JURUSAN : PENDIDIKAN AGAMA HINDU
JENJANG : STRATA (S-1)
M. KULIAH : MANAJEMEN PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah
2.2 Tujuan
Manajemen Berbasis Sekolah
2.3 Karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI
TAMPUNG PENYANG (STAHN-TP)
PALANGKA RAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sistem
manajemen pendidikan yang sentralistis tidak membawa kemajuan yang berarti bagi
peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Dalam kasus-kasus tertentu,
manajemen sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas pada
satuan pendidikan dan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi
terjadinya stagnasi dibidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru
dibidang pendidikan.
Seiring
bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi
paradigma pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan pendidikan.
Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikelurkanya kebijakan mengenai
otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah
(MBS). MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang
sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS maka akan
muncul kemandirian sekolah.
Manajemen
Berbasis Sekolah mensaratkan adanya keikutsertaan dan partisispasi dari
berbagai pihak yaitu mulai dari warga sekolah itu sendiri, orang tua atau wali
siswa, hingga pada lingkungan sekitar agar pendidikan dapat berjalan dengan
baik dan dapat tercipta pembelajaran yang efektif di dalamnya. Pembelajaran
yang efektif inilah yang akan mengorientasikan pada dihasilkannya output yang
berkualitas baik. Karena output yang dihasilkan tidak dapat lepas dari pengaruh
proses pembelajaran yang berlangsung maka prosesnya pun perlu dukungan dari
berbagai pihak.
Isi dari
Manajemen Berbasis Sekolah adalah bentuk dari alternatif sekolah dalam program
desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh adanya otonomi yang
luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam kerangka pendidikan
nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya
dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tangap terhadap
kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih
memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Oleh
karena itu, dalam hal ini sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar baik
kepada orang tua, masyarakat, maupun pemerintah. Partisipasi orang tua juga
tidak hanya sekedar dari segi finansial, tapi juga dari segi motivasi dan
dorongan agar pendidikan di sekolah tersebut lebih maju.
Uraian di atas
memberikan gambaran bahwa sekolah yang menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah
mensaratkan adanya pembelajaran yang efektif dengan adanya partisipasi dari
banyak pihak yang terkait dengan pendidikan itu. Oleh karena itu, ada beberapa
karakteristik Manajemen Berbais Sekolah yang perlu diperhatikan dan dipenuhi
dalam rangka penggunaan Manajemen Berbasis Sekolah tersebut dengan baik dan
sukses. karakteristik tersebut juga dapat menjadi pegangan dan arahan dalam
rangka tercapainya Manajemen Berbasis Sekolah dengan memusatkan pada
perkembangan anak bukan hanya tau, tapi juga paham akan nilai dan sadar akan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Manajemen
Berbasis Sekolah juga memungkinkan penggunaan teknik pembelajaran dengan
mengikuti paradigma baru terkait dengan pengembangan kemampuan peserta didik
yang mempunyai karakter serta nilai yang baik yang kemudian dilaksanakan dan
diterapkan dalamkehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Namun tidak sedikit
yang tidak tahu atau kurang paham dengan beberapa karakteristik yang melekat
pada sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah
MBS dapat
diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi, dan keluwesan (fleksibilitas) yang lebih besar kepada sekolah,
dan mendorong partisipasi
aktif langsung
warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku (Anonim, 2007).
Rohiat (2008:
47) mengartikan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai model pengelolaan yang
memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada
sekolah), memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi
secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan
masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), dan
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Myers dan
Stonehill dalam Umaedi, Hadianto, dan Siswantari (2009: 4.3) berpandangan bahwa
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu
pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah
pusat ke daerah dan ke masing-masing sekolah sehingga kepala sekolah, guru,
peserta didik, dan orang tua peserta didik mempunyai kontrol yang lebih besar
terhadap proses pendidikan, dan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengambil
keputusan yang menyangkut pembiayaan, personal, dan kurikulum sekolah.
Sedangkan B.
Suryosubroto (2004: 196) menafsirkan bahwa pada dasarnya Manajemen Berbasis
Sekolah merupakan suatu strategi pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah yang menekankan pada pengerahan dan pendayagunaan sumber internal
sekolah dan lingkungannya secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan
lulusan yang berkualitas atau bermutu.
Secara umum,
manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang
memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar kepada sekolah,
memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada sekolah, dan mendorong
partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha,
dan sebagainya.), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil
keputusan-keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan tuntutan sekolah
serta masyarakat atau stakeholder yang ada.
Otonomi dapat
diartikan sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus
dirinya sendiri, kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur
utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara
terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah
(sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah swa, misalnya
swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah
adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja
kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu
kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai
perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara
pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif,
kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan
antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi
kebutuhannya sendiri.
Dengan otonomi
yang lebih besar, sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih
besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan
kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang,
tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi yang dimiliki.
Dengan fleksibilitas/keluwesan-keluwesannya, sekolah akan lebih lincah dalam
mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal.
Peningkatan
partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demokratik, di mana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang
tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya.) didorong untuk
terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari
pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan
dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika
seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka
yang bersangkutan akan mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah, sehingga yang
bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk
mencapai tujuan sekolah. Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi, makin
besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa
tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula
dedikasinya.
Tentu saja
pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan
keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi.
Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas,
dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam
program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan
lahiriyah kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama
sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat,
hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output
sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis.
Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga
sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang
dilakukan secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang
terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak
asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Partisipasi
masyarakat terhadap penyelenggaraan sekolah telah diatur dalam suatu
kelembagaan yang disebut dengan Komite Sekolah. Secara resmi keberadaan Komite
Sekolah ditunjukkan melalui Surat Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 tentang
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam hal pembentukannya, Komite
Sekolah menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi. Komite
Sekolah diharapkan menjadi mitra sekolah yang dapat mewadahi dan menyalurkan
aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan
program pendidikan di sekolah. Tugas dan fungsi Komite Sekolah antara lain
mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu; mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; dan
menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan
di satuan pendidikan.
Selain itu,
Komite Sekolah juga dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah
tentang kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan
belanja sekolah. Pendeknya, Komite Sekolah diharapkan berperan sebagai
pendukung, pemberi pertimbangan, mediator dan pengontrol penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
Fleksibilitas
dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk
mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal mungkin
untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan-keluwesan yang lebih besar
diberikan kepada sekolah, maka sekolah akan lebih lincah dan tidak harus
menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan
sumberdayanya. Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat
dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian,
keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan
peraturan perundang-undangan yang ada.
Dengan
pengertian di atas, maka sekolah memiliki kemandirian lebih besar dalam
mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana
peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi
pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya
sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang
berkepentingan dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah
akan merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit di
atasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan
Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayan
sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Sekolah yang
mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sifat ketergantungan rendah;
kreatif dan inisiatf, adaptif dan antisipatif/proaktif terhadap perubahan;
memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (inovatif, gigih, ulet, berani mengambil
resiko, dan sebagainya); bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah; memiliki
kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol
yang kuat terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan
prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. Selanjutnya, bagi sumberdaya
manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan
adalah miliknya, dia bertanggungjawab, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia
tahu posisinya di mana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan
pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.
Contoh tentang
hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah: pemberian
kewenangan, pemberian tanggungjawab, pekerjaan yang bermakna, pemecahan masalah
sekolah secara teamwork, variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan
untuk mengukur kinerjanya sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada
pujian, menghargai ide-ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari
sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif, umpan balik
bagus, sumberdaya yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan sebagai
manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat tertinggi.
2.2 Tujuan
Manajemen Berbasis Sekolah
MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui
pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah
yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik
yaitu partisipasi, transparansi, dan
akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi
peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi
pendidikan. Prinsip MBS menurut PP 19 Tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional, pasal 54 adalah mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.
Menurut
Rohiat (2008: 48-49) Manajemen Berbasis Sekolah memiliki tujuan utama meningkatkan
kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih
besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata
pengelolaan sekolah yang baik, yaitu partisipasi, transparansi dan
akuntabilitas.
Selain
pernyataan di atas, Manajemen Berbasis Sekolah memiliki tujuan utama
sebagaimana yang dinyatakan oleh E. Mulyasa (2002: 13) bahwa tujuan utama
Manajemen Berbasis Sekolah adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola
sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi.
Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan
pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman
sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang
kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat
terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi
tanggung jawab pemerintah.
MBS bertujuan
untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan
tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi,
dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi
peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi
pendidikan.
Dengan MBS,
sekolah diharapkan makin mampu dan berdaya dalam mengurus dan mengatur
sekolahnya dengan tetap berpegang pada koridor-koridor kebijakan pendidikan
nasional. Perlu digarisbawahi bahwa pencapaian tujuan MBS harus dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, dan sebagainya).
a.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian
dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia;
b.
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan
bersama;
c.
Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang
tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
d.
Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah
tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Kewenangan yang
bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat
efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut:
a.
Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa
pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.
b.
Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya
lokal.
c.
Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik
seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah,
moral guru, dan iklim sekolah.
d.
Adanya perhatian bersama untuk mengambil
keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan
perubahan perencanaan.
2.3 Karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen
berbasis sekolah menurut Sagala (2010: 161) memiliki karakteristik sama dengan
sekolah yang efektif, yaitu:
1)
Memiliki output, yaitu prestasi pembelajaran dan
manajemen sekolah yang efektif.
2)
Efektifitas proses belajar mengajar yang tinggi.
3) Peran kepala sekolah yang kuat dalam
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan
yang tersedia.
4)
Lingkungan dan iklim belajar yang aman, tertib,
dan nyaman sehingga manajemen sekolah lebih efektif.
5)
Melakukan analisa kebutuhan, perencanaan,
pengembangan, evaluasi kerja, hubungan kerja, dan imbalan jasa tenaga
kependidikan dan guru yang dapat memenuhi kebutuhan nafkah hidupnya sehingga
mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
6)
Pertanggungjawaban sekolah terhdap keberhasilan
program yang telah dilaksanakan.
7)
Pengelolaan dan penggunaan anggaran yang
sepantasnya dilakukan oleh sekolah sesuai kebutuhan riil untuk meningkatkan
mutu layanan belajar.
MBS
memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan
menerapkannya.
Pendekatan sistem
yaitu input-proses-output digunakan sebagai panduan dalam menguraikan
karakteristik MBS.
Sekolah memiliki
output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan
oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu prestasi akademik
(academic achievement) dan prestasi non-akademik (non-academic
achievement).
Sekolah yang efektif pada umumnya
memiliki 15 karakteristik proses sebagai berikut.
1)
Proses Pembelajaran
yang Efektivitasnya Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki
efektivitas proses pembelajaran yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat proses
pembelajaran yang
menekankan pada pemberdayaan peserta didik. Proses
pembelajaran yang
efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know),
belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to
live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
2)
Kepemimpinan
Kepala Sekolah yang Kuat
Kepala sekolah merupakan salah satu
faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan,
dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara
terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki
kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil
keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
3)
Lingkungan
Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah memiliki lingkungan (iklim)
belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning).
Pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis
kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja sehingga
sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.
4)
Sekolah Memiliki
Budaya Mutu
Budaya mutu memiliki elemen-elemen
sebagai berikut: (a) informasi kualitas
harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b)
kewenangan harus sebatas tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards)
atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi,
harus merupakan basis untuk kerjasama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap
pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g)
imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga sekolah
merasa memiliki sekolah.
5)
Sekolah Memiliki
“Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Budaya kerjasama antar fungsi dalam
sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup
sehari-hari warga sekolah.
6)
Sekolah Memiliki
Kewenangan
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan
yang terbaik bagi sekolahnya sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan
kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.
7)
Partisipasi yang
Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik
bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya.
8)
Sekolah Memiliki
Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan ini ditunjukkan dalam
pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang,
dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat
kontrol.
9)
Sekolah Memiliki
Kemauan untuk Berubah (psikologis dan Fisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu
yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Perubahan merupakan peningkatan, baik bersifat fisik
maupun psikologis.Hasil perubahan diharapkan lebih baik dari sebelumnya.
10) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara
Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan
hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta
didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi
belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran
di sekolah.
11) Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap
Kebutuhan
Sekolah selalu tanggap (responsif) terhadap berbagai aspirasi yang
muncul bagi peningkatan mutu, serta mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi.
12) Memiliki Komunikasi yang Baik
Sekolah yang efektif umumnya memiliki
komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah, dan antar sekolah dan masyarakat, sehingga
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat
diketahui.
13) Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk
pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program
yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang
dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat.
14) Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Bagus
Sekolah efektif melaksanakan
manajemen lingkungan hidup sekolah secara efektif. Sekolah melakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran warga
sekolah tentang nilai-nilai lingkungan hidup dan mampu mengubah perilaku dan
sikap warga sekolah untuk menuju lingkungan hidup yang sehat.
15) Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki
kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam
program maupun pendanaannya.
2.3.3 Input Pendidikan
1)
Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan
Sasaran Mutu yang Jelas
Secara formal, sekolah menyatakan
dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang
berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan
oleh kepala sekolah. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut
disosialisasikan kepada semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran,
tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga
sekolah.
2)
Sumberdaya
Tersedia dan Siap
Sumberdaya merupakan input penting
yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Sumberdaya
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya
lainnya (uang,
peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya).
Secara umum, sekolah yang menerapkan
MBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan
proses pendidikan. Oleh sebab itu, diperlukan kepala sekolah yang
mampu memobilasi sumberdaya yang ada di sekitarnya.
3)
Staf yang Kompeten dan
Berdedikasi Tinggi
Sekolah yang efektif pada umumnya
memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya.
4)
Memiliki Harapan Prestasi yang
Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS mempunyai
dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan
sekolahnya. Harapan tinggi dari kepala sekolah, guru, dan peserta didik di
sekolah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis
untuk selalu menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.
5)
Fokus pada Pelanggan (Khususnya
Siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus
merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah.
6)
Input Manajemen
Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah
mengelola sekolahnya dengan efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi:
tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung
bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan ke dalam beberapa hal
sebagai berikut:
1. Manajemen pendidikan berbasis
sekolah, menuntut adanya sekolah yang otonom dan kepala sekolah yang memiliki
otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan atas sekolah yang dipimpinnya. Oleh
karena itu, perlu langkah-langkah yang bersifat implementatif dan aplikatif untuk
merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah di lembaga pendidikan
persekolahan.
2. Keberhasilan penerapan
manajemen pendidikan berbasis sekolah sangat ditentukan oleh political will
pemerintah dan kepemimpinan di persekolahan.
3. Penerapan MBS yang efektif
seyogianya dapat mendorong kinerja kepala sekolah dan guru yang pada gilirannya
akan meningkatkan prestasi murid. Oleh sebab itu, harus ada keyakinan bahwa MBS
memang benar-benar akan berkontribusi bagi peningkatan prestasi murid. Ukuran
prestasi harus ditetapkan multidimensional, jadi bukan hanya pada dimensi
prestasi akademik. Dengan taruhan seperti itu, daerah-daerah yang hanya
menerapkan MBS sebagai mode akan memiliki peluang yang kecil untuk berhasil.