Penayangan bulan lalu

HOME

Senin, 20 April 2015

MAKALAH MANJEMEN PENDIDIKAN TENTANG ARTI, TUJUAN DAN KARAKTERISTIK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

MAKALAH MANJEMEN PENDIDIKAN
TENTANG ARTI, TUJUAN DAN KARAKTERISTIK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)



Disusun Oleh :


                                        NAMA                :         SUJA BITNA
                                        NIM                    :         12 00 055
                                         SEMESTER      :         VI (Ganjil)
                                         JURUSAN         :         PENDIDIKAN AGAMA HINDU
                                         JENJANG          :         STRATA  (S-1)
                                         M. KULIAH      :         MANAJEMEN PENDIDIKAN


SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI
TAMPUNG PENYANG (STAHN-TP)
PALANGKA RAYA
2015


BAB I

PENDAHULUAN

1.1             Latar Belakang

Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Dalam kasus-kasus tertentu, manajemen sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas pada satuan pendidikan dan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi dibidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.
Seiring bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikelurkanya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS maka akan muncul kemandirian sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah mensaratkan adanya keikutsertaan dan partisispasi dari berbagai pihak yaitu mulai dari warga sekolah itu sendiri, orang tua atau wali siswa, hingga pada lingkungan sekitar agar pendidikan dapat berjalan dengan baik dan dapat tercipta pembelajaran yang efektif di dalamnya. Pembelajaran yang efektif inilah yang akan mengorientasikan pada dihasilkannya output yang berkualitas baik. Karena output yang dihasilkan tidak dapat lepas dari pengaruh proses pembelajaran yang berlangsung maka prosesnya pun perlu dukungan dari berbagai pihak.
Isi dari Manajemen Berbasis Sekolah adalah bentuk dari alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh adanya otonomi yang luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam kerangka pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tangap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Oleh karena itu, dalam hal ini sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar baik kepada orang tua, masyarakat, maupun pemerintah. Partisipasi orang tua juga tidak hanya sekedar dari segi finansial, tapi juga dari segi motivasi dan dorongan agar pendidikan di sekolah tersebut lebih maju.
Uraian di atas memberikan gambaran bahwa sekolah yang menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah mensaratkan adanya pembelajaran yang efektif dengan adanya partisipasi dari banyak pihak yang terkait dengan pendidikan itu. Oleh karena itu, ada beberapa karakteristik Manajemen Berbais Sekolah yang perlu diperhatikan dan dipenuhi dalam rangka penggunaan Manajemen Berbasis Sekolah tersebut dengan baik dan sukses. karakteristik tersebut juga dapat menjadi pegangan dan arahan dalam rangka tercapainya Manajemen Berbasis Sekolah dengan memusatkan pada perkembangan anak bukan hanya tau, tapi juga paham akan nilai dan sadar akan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Manajemen Berbasis Sekolah juga memungkinkan penggunaan teknik pembelajaran dengan mengikuti paradigma baru terkait dengan pengembangan kemampuan peserta didik yang mempunyai karakter serta nilai yang baik yang kemudian dilaksanakan dan diterapkan dalamkehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Namun tidak sedikit yang tidak tahu atau kurang paham dengan beberapa karakteristik yang melekat pada sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

MBS dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi, dan keluwesan (fleksibilitas) yang lebih besar kepada sekolah, dan mendorong partisipasi aktif  langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku (Anonim, 2007).
Rohiat (2008: 47) mengartikan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah), memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Myers dan Stonehill dalam Umaedi, Hadianto, dan Siswantari (2009: 4.3) berpandangan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke masing-masing sekolah sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan, personal, dan kurikulum sekolah.
Sedangkan B. Suryosubroto (2004: 196) menafsirkan bahwa pada dasarnya Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu strategi pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang menekankan pada pengerahan dan pendayagunaan sumber internal sekolah dan lingkungannya secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas atau bermutu.
Secara umum, manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dan sebagainya.), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stakeholder yang ada.
Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah (sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah swa, misalnya swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi yang dimiliki. Dengan fleksibilitas/keluwesan-keluwesannya, sekolah akan lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal.
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya.) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula dedikasinya.
Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis. Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan sekolah telah diatur dalam suatu kelembagaan yang disebut dengan Komite Sekolah. Secara resmi keberadaan Komite Sekolah ditunjukkan melalui Surat Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam hal pembentukannya,  Komite Sekolah menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi. Komite Sekolah diharapkan menjadi mitra sekolah yang dapat mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di sekolah. Tugas dan fungsi Komite Sekolah antara lain mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; dan menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Selain itu, Komite Sekolah juga dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah tentang kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah. Pendeknya, Komite Sekolah diharapkan berperan sebagai pendukung, pemberi pertimbangan, mediator dan pengontrol penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan-keluwesan yang lebih besar diberikan kepada sekolah, maka sekolah akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdayanya. Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada.
Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kemandirian lebih besar dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit di atasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayan sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Sekolah yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sifat ketergantungan rendah; kreatif dan inisiatf, adaptif dan antisipatif/proaktif terhadap perubahan; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (inovatif, gigih, ulet, berani mengambil resiko, dan sebagainya); bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. Selanjutnya, bagi sumberdaya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggungjawab, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.
Contoh tentang hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah: pemberian kewenangan, pemberian tanggungjawab, pekerjaan yang bermakna, pemecahan masalah sekolah secara teamwork, variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk mengukur kinerjanya sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumberdaya yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat tertinggi.

2.2       Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan. Prinsip MBS menurut PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, pasal 54 adalah mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.
Menurut Rohiat (2008: 48-49) Manajemen Berbasis Sekolah memiliki tujuan utama meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata pengelolaan sekolah yang baik, yaitu partisipasi, transparansi dan akuntabilitas.
Selain pernyataan di atas, Manajemen Berbasis Sekolah memiliki tujuan utama sebagaimana yang dinyatakan oleh E. Mulyasa (2002: 13) bahwa tujuan utama Manajemen Berbasis Sekolah adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.
MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan.
Dengan MBS, sekolah diharapkan makin mampu dan berdaya dalam mengurus dan mengatur sekolahnya dengan tetap berpegang pada koridor-koridor kebijakan pendidikan nasional. Perlu digarisbawahi bahwa pencapaian tujuan MBS harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan sebagainya).
a.    Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
b.    Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
c.    Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
d.   Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut:
a.    Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.
b.    Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.
c.    Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.
d.   Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.

2.3       Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen berbasis sekolah menurut Sagala (2010: 161) memiliki karakteristik sama dengan sekolah yang efektif, yaitu:
1)   Memiliki output, yaitu prestasi pembelajaran dan manajemen sekolah yang efektif.
2)   Efektifitas proses belajar mengajar yang tinggi.
3) Peran kepala sekolah yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
4)   Lingkungan dan iklim belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga manajemen sekolah lebih efektif.
5)   Melakukan analisa kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kerja, hubungan kerja, dan imbalan jasa tenaga kependidikan dan guru yang dapat memenuhi kebutuhan nafkah hidupnya sehingga mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
6)   Pertanggungjawaban sekolah terhdap keberhasilan program yang telah dilaksanakan.
7)   Pengelolaan dan penggunaan anggaran yang sepantasnya dilakukan oleh sekolah sesuai kebutuhan riil untuk meningkatkan mutu layanan belajar. 
MBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Pendekatan sistem yaitu input-proses-output digunakan sebagai panduan dalam menguraikan karakteristik MBS.
Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu prestasi akademik (academic achievement) dan prestasi non-akademik (non-academic achievement).
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki 15 karakteristik proses sebagai berikut.
1)        Proses Pembelajaran yang Efektivitasnya Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki efektivitas proses pembelajaran yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat proses pembelajaran yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. Proses pembelajaran yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
2)        Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Kuat
Kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
3)        Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning).
Pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja sehingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.
4)        Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut:   (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjasama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
5)        Sekolah Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
6)        Sekolah Memiliki Kewenangan
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.
7)        Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya.
8)        Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
9)        Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan Fisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Perubahan merupakan peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis.Hasil perubahan diharapkan lebih baik dari sebelumnya.
10)    Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran di sekolah.
11)    Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
 Sekolah selalu tanggap (responsif) terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu, serta mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi.
12)    Memiliki Komunikasi yang Baik
Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah, dan antar sekolah dan masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui.
13)    Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat.
14)    Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Bagus
Sekolah efektif melaksanakan manajemen lingkungan hidup sekolah secara efektif. Sekolah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran warga sekolah tentang nilai-nilai lingkungan hidup dan mampu mengubah perilaku dan sikap warga sekolah untuk menuju lingkungan hidup yang sehat.
15)    Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam program maupun pendanaannya.
2.3.3    Input Pendidikan
1)        Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.
2)        Sumberdaya Tersedia dan Siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya).
Secara umum, sekolah yang menerapkan MBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Oleh sebab itu, diperlukan kepala sekolah yang mampu memobilasi sumberdaya yang ada di sekitarnya.
3)        Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya.
4)        Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Harapan tinggi dari kepala sekolah, guru, dan peserta didik di sekolah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk selalu menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.
5)        Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah.
6)        Input Manajemen
Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi: tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas.

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan ke dalam beberapa hal sebagai berikut:
1. Manajemen pendidikan berbasis sekolah, menuntut adanya sekolah yang otonom dan kepala sekolah yang memiliki otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan atas sekolah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah yang bersifat implementatif dan aplikatif untuk merealisir manajemen pendidikan berbasis sekolah di lembaga pendidikan persekolahan.
2. Keberhasilan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sangat ditentukan oleh political will pemerintah dan kepemimpinan di persekolahan.
3. Penerapan MBS yang efektif seyogianya dapat mendorong kinerja kepala sekolah dan guru yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi murid. Oleh sebab itu, harus ada keyakinan bahwa MBS memang benar-benar akan berkontribusi bagi peningkatan prestasi murid. Ukuran prestasi harus ditetapkan multidimensional, jadi bukan hanya pada dimensi prestasi akademik. Dengan taruhan seperti itu, daerah-daerah yang hanya menerapkan MBS sebagai mode akan memiliki peluang yang kecil untuk berhasil.

Rabu, 25 Februari 2015

NOMOPHOBIA (NO MOBILE PHONE PHOBIA) PENYAKIT BARU AKIBAT PERBUATAN KONSUMTIF UMAT MANUSIA

Ketika itu saya baru saja tertidur pulas, tiba-tiba hp saya berdering. Saya sangat yakin bahwa telfon itu adalah dari pacar saya. Dengan perasaan yang sudah setengah tertidur, lalu dengan perasaan percaya diri langsung saya ambil hp saya yang setiap harinya saya letakkan persis di sebelah kuping saya (maklum, kalo tidur keseringan kaya’ orang mati. Susah dibangunin) dan langsung bilang, “Ya sayang…”. kemudian suara yang sedikit serak justru terdengar di telinga saya, “Pala mu peang, sayang sayang..!! Ini Papa!!”. Saya pun secara spontan langsung bangun dengan perasaan kaget setengah mati, karena yang menelfon adalah bapak saya yang mau kasih tau sesuatu hal yang penting waktu itu.

Pengalaman saya tersebut mungkin pernah anda alami. Mungkin karena takut doi nelfon sehingga anda merasa ketakutan untuk jauh dari perangkat komunikasi nirkabel (handphone/smartphone). Sebelum mengenal Nomophobia, yang jelas bukan nama makanan, rerumputan, pepohonan, apalagi nama hewan. Tapi mungkin anda bisa sedikit nalar dari contoh kasus saya sendiri di atas. Untuk lebih detailnya,

Apa itu Nomophobia?

Nomophobia adalah perasaan ketakutan (phobia) yang tiba-tiba muncul ketika anda tidak bisa mengakses kontak yang terdapat di telepon seluler. Baik itu karena daya baterai habis, tidak ada sinyal, atau kehilangan ponsel. Nomophobia, no-mobile-phone-phobia. Sederhananya adalah rasa takut kehilangan telepon genggam.

Aneh tapi nyata! Itulah faktanya yang mungkin sebagian besar dialami oleh orang-orang yang memiliki ponsel. Ketergantungan terhadap teknologi seakan menjadikan teknologi menjadi dewa, atau bahkan nafas bagi orang yang telah memilikinya. Sekalipun ada faktor lainnya yang menuntut seseorang harus seperti itu, tetapi jika tidak disikapi secara bijaksana, akhirnya dapat membunuh karakter dan mental secara perlahan.

Untuk mengetahui apakah anda termasuk ke dalam kategori yang Nomophobic, berikut ciri-ciri seseorang yang Nomophobia yang saya kutip dari kompas. So, nggak ada salahnya kita kenali tanda-tanda Nomophobic :

1.    Mimpi kehilangan ponsel.
Apakah anda sering mendapat mimpi buruk kehilangan ponsel anda lalu terbangun dengan rasa panik untuk memastikan bahwa ponsel anda masih ada?
2.    Tidur dengan ponsel.
Ada orang yang tidak bisa tidur tanpa meletakkan ponselnya di bawah atau di sebelah bantal.
3.    Terserang rasa panik bila tidak menemukan ponsel.
Jika anda menaruh ponsel di tempat tidur dan tidak bisa menemukannya lagi. Ketika anda sadar bahwa ponsel anda telah hilang, apakah anda bereringat dingin dan merasa tidak dapat berbuat apa-apa? Sedikit panik adalah normal, tapi jika serangan paniknya berlebihan, waspadalah.
4.    Membawa ponsel ke kamar toilet.
Mungkin anda merasa takut mendapatkan panggilan penting yang harus segera anda jawab. Tapi jika tidak benar-benar penting, sebenarnya bisa saja anda bersikap tidak membawa ponsel anda ke dalam toilet kan? Namun jika anda bersikap seperti itu, kebiasaan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam Nomophobic.
5.    Memiliki dua ponsel, atau lebih.
Sebagian orang memiliki dua ponsel untuk berjaga-jaga jika dirinya tidak dapat dihubungi dari ponsel yang satu lagi. Istilahnya, ponsel lainnya digunakan sebagai cadangan. It’s ok, namun jika terlalu khawatir sehingga harus menyimpan satu cadangan, itu adalah hal yang berlebihan.
6.    Mood berubah jelek ketika baterai ponsel menipis.
Banyak orang yang merasa cemas ketika mendapatkan baterai ponselnya hampir habis. Mereka merasa depresi dan kesal karena panik ponselnya akan kehabisan baterai.
7.    Flight Mode.
Apakah anda termasuk seseorang yang segera menyalakan ponsel anda ketika pesawat yang anda naiki mendarat? Ini menunjukkan bahwa anda tidak senang jika tidak terhubung dengan ponsel.

Jika jawaban anda menunjukkan empat dari tujuh tanda di atas, bisa jadi anda menderita Nomophobia. Solusinya adalah dengan melakukan terapi agar anda dapat mengatasi rasa ketergantungan terhadap handphone. Karena bagaimanapun itu segala ketakutan yang berlebihan itu tidak baik.

Sabtu, 07 Februari 2015

KINUT DODOHONG SUKU DAYAK DUSUN MALANG

KINUT DODOHONG SUKU DAYAK DUSUN MALANG
Bebicara Dayak berarti berbicara suku yang ada di Kalimantan, hal ini mengacu kepada tempat tinggal, adat istiadat, cara hidup dan kepercayaan masyarakat Dayak itu sendiri. Agak berbeda memang dengan kebudayaan di daerah/suku-suku bagian Indonesia lainnya.
Suku Dayak menjalani sebagian besar hidupnya di sekitar daerah aliran sungai pedalaman Kalimantan, keterkaitannya dengan sungai dan hutan sangat dekat dan bisa dibilang sudah menjadi bagian dari kehidupan orang Dayak. Bertahan hidup dengan memanfaatkan hasil hutan, bercocok tanam dan berburu adalah salah satu ketergantungan suku Dayak untuk mempertahankan hidup, berpindah tempat jika tempat (hutan, hasil panen berkurang/tanah tidak subur lagi) sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Secara langsung atapun tidak langsung orang Dayak sangat tergantung pada ekosistem hutan, ketergantungan ini dapat dijelaskan dari kehidupan mereka tentang cara mencari nafkah.       
Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, hutan juga sebagai tempat mencari bahan-bahan upacara kepercayaan mereka/ bahkan dihutan itu sendiri bisa sebagai sarana tempat upacara doa-doa kepercayaan mereka, sebelum mereka mengenal Agama sekarang ini.
Secara umum/ orang yang belum mengenal Dayak dan belum pernah ke Kalimantan, mereka hanya tahu Suku Dayak hanya ada satu jenis yaitu Dayak. Padahal sebenarnya Dayak banyak sekali terdapat Suku-suku. Di Kalimantan ada terdapat sekitar 405 macam Suku Dayak yang memiliki kesamaan sosiologi kemasyarakatan namun berbeda dalam adat-istiadat serta budaya dan bahasa yang digunakan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh terpencarnya masyarakat Dayak menjadi kelompok-kelompok kecil dan sebagian masyarakat Dayak terpengaruh masuknya kebudayaan luar.
Uniknya lagi setiap suku Dayak memiliki budaya dan ciri khusus pada komunitasnya. Misalnya tradisi memanjangkan telinga yang dilakukan oleh wanita suku Dayak Kenyah, Kayan dan Bahau.
Inilah sekilas tentang Suku Dayak yang ada di Kalimantan, timbal balik antar budaya dan ketergantungan ekonomi masyarakat Dayak disekitar. Sekarang ini masyarakat Dayak sudah banyak yang berkembang baik itu dari segi Pendidikan (SDM), Kehidupan maupun Budaya Dayak itu sendiri.

ETIKA SEBAGAI PEMBANGUN KESADARAN MASYARAKAT DAYAK
Berbicara tentang moralitas merupakan hal yang sangat membuat pusing kepala, karena moralitas tidak hanya sekedar tugas seseorang pemberi nasehat yang hanya sebuah sentuhan kata atau berupa himbauan yang bersifat teoretik yang tidak berbicara sampai upaya pemecahan masalah yang konkret. Etika sebagai sistem pengkajian terhadap moral saja hanya sekedar menyusun sederetan daftar perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Etika justru menyimpan sifat dasar kritis yang menanyakan landasan argumentatife dari hak yang berlaku yaitu adalah norma, hak perorangan, masyarakat, lembaga masyarakat yang pada saat memberlakukan norma yang harus ditaati oleh orang lain, sehingga orang lain tersebut wajib taat terhadap norma tersebut. Dengan kata lain etika menghantar seseorang untuk bisa bersikap rasional, sadar dan kritis supaya membentuk pendapat pribadi dan bertindak sesuai dengan keyakinan dan kebebasannya, sehingga manusia yang otonom utuh dan bersungguh-sungguh mempertanggungjawabkan pendapat serta pilihan tindakannya.
Konsep moral yang masih berupa nilai dasar umum atau bisa disebut Hitam dan Putih sebab semata-mata hanya berdasarkan hati nurani manusia yang universal. Realitas hidup manusia yang empiric akan "memaksa" konsep moral umum untuk mencari tempat baru.......(sok tau tapi belum tentu tau artinya....heee). Konsep moral umum memerlukan penjabaran kriteria, persoalan yang muncul yaitu apabila dikaitkan dengan analisis Metaetika yang mempertanyakan relevansi etika normative didalam kedudukannya sebagai etika makro. Berbagai pengalaman banyak menunjukkan terjadi kesenjangan, ketika konsep moral umum dipakai ketingkat normative serta dihadapkan pada kasus empiric seolah kehilangan makna apabila terjadi dalam perang/ konplik, karena membunuh musuh adalah menjadi bagian dari kewajiban atau alasan pembelaan diri (seperti kejadian sampit). Persoalan yang baru timbul atas dasar apakah manusia akan dinilai. Kita merasa bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa pedoman, benturan antara kebutuhan terhadap etika normative dan keterbatasan yang mengisyaratkan adanya kaitan metaetika didalam persoalan ini. Persoalan yang akan diselesaikan adalah kelurusan antara konsep moral umum dengan etika nomative serta kasus konkret yang dihadapi. Tidak ada pengetahuan yang pada akhirnya tidak terbentur pertanyaan, apakah sesuatu tindakan manusia itu baik atau buruk, bajik atau jahat.
Semakin maju, semakin kaya sesuatu kebudayaan, semakin banyak persoalan yang kita hadapi, semakin banyak kita dihadapkan pada situasi-situasi baru. Etika pada akhirnya merupakan suatu perencanaan atau strategi menyeluruh yang mengkaitkan daya kekuatan alam dan masyarakat dibidang tanggung jawab manusiawi.
Kesadaran merupakan kondisi yang mencerminkan adanya otonom dalam pengambilan keputusan tindakan setiap manusia. Disini manusia mengatur tingkah lakunya dan penilaian moral berdasarkan hati nurani pribadi. Tingkatan dan tahapan kesadaran huni bersifat komprehensif atau lengkap mencakup seluruh hal yang diperlukan meliputi berbagau latar belakang sosio-kultural dan bersifat kronologi manusia masa usia/ umur manusia.
Nah apa yang telah saya sampai tadi terkait dengan konsidi pada Masyarakat Dayak sekarang ini yang dihadapkan pada modrenisasi dan proses pendewasaan individu.

BAHASA DAYAK
BAHASA INGGRIS
Indonesia is rich with its natural resources, cultures, religions, and tribes. ethics is required to create a mix, but not homogenized society, so that an openess towards the others is of importance requirements. pancasila which consist of the five principles serves as an umbrella for everyone who live in indonesia in order to live all together.

BAHASA INDONESIA 
Indonesia kaya dengan sumber daya alamnya, budaya, agama dan suku bangsa. Etika dibutuhkan untuk membuat suatu pencampuran, tapi bukan sebagai masyarakat yang homogeny tentunya, sehingga keterbukaan terhadap orang lain adalah persyaratan penting. Pancasila yang terdiri dari lima prinsip berfungsi sebagai payung bagi semua orang yang tinggal di Indonesia untuk hidup bersama- sama.

BAHASA DAYAK DUSUN MALANG (HUNGEI LAHEI)
Indonesia tatau tane ranu ne, adat, agama, lukun jalahan suku bangsa ne. Etika hiyo bugunai de gawi padayo, tapi mo degawi masyarakat sa homogeny sapasti ne. sehingga keterbukaan lukun lun lain hiyo persyaratan sa penting. Pancasila sa naan dime prinsip bagunai de jari payung bagi marasia sa muneng tei huang Indonesia de tau welum dadayo.

Ini lah contoh bahasa Dusun Malang :
Hari : Andrau
Ini/Sini : Ti
Makan : Kuman
Minum : Kinum
Mandi : Mandrus
Tidur : Mandre
Kita : Taka
Kamu : Enu
Saya : Khu
Sudah : Haot
Belum : Male
Mau : Kakan
Panas : Malayong
Dingin : Maringin
Pasar : Pakan
Mencuci (baju,celana) : Bojojoh

Mencuci (alat dapur) : Bakakuhau, Bapapu’i

1 : isa
2 : rueh
3 : telu
4 : epat
5 : dime
6 : enem
7 : pitu
8 : walu
9 : suei
10 : supuluh


DAYAK DUSUN MALANG : INDONESIA
Nama Anggota Tubuh
Kuku ; Kuku
Lapak Pe’e ; Telapak Kaki
Empu Pe’e ; ibu kaki
Tunit ; Tumit
Balagasing ; Mata Kaki
Pe’e ; Kaki
Takalou ; Lutut
Sapak/kasapang ;Paha
Popoi ; Pinggul
Langkawang ; Pinggang
Puhet ; Pusar
Sanai ; Perut
Omo’o ; Payudara
Kelek ; Ketiak
Puluke/papale ; Bahu
Diung ; Leher
Beam ; Dagu
Wawa ; Mulut
Lela ; Lidah
Pahu ; Pipi
Mate ; Mata
Kalangup ; Alis
Kirep ; Bulu Mata
Kilinge ; Telinga
Urung ; Hidung
Utek ; Kepala
Balo ; Rambut
Tangan ; Tangan /Penang
Empu Tangan ; Ibu Jari Tangan
Tundru ; Jari Telunjuk
Jari Tengah ; Ingking Botuk
Jari Manis ; Jari Manis
Grik ; Jari Kelingking
Telapak Tangan ; Palat Tangan/Lapak Palat
Hiku ; Siku
Likut ; Belakang
Tama ; Depan/Muka
Rai ; Wajah

Kata Sifat
“Dusun : Indonesia”

Neau ; Melihat /Memandang/menatap
Mangan ; Malu
Kimihi ; Tertawa
Rium ; Senyum
Ririum ; Tersenyum
Nangis ; Menangis
Meraju ; dolo
Mahanang ; Sakit
Tepu ; Patah
Sangit ; Marah
Senga ; Malas
Moyo ; Rajin
Bawa ; Berbicara
Paner ; Ngomong
Songkonis ; Berbisik
Mingkiak ; Berteriak
Kiak ; Teriak/teriakan
Lau ; Lapar
Wising ; Kenyang
Dako ; Mencuri
Malayong ; Panas
Miringin ; Dingin
Matei ; Mati
Welum ; Hidup
Bungkak ; Bengkak
Uwa ; Rendah
Moh ; Tinggi
Loloi ; Mengalir
Mitek ; Menetes
Boto ; busuk
Asuh ; Baik
Da,at ; Kotor /tidak baik/ Jelek
Pangong ; bodoh
Bikiding ; Menecil
Mais ; Kurus
Bonok ; Kurus
Kiding ; Kecil
Gaya ; Besar
Kakan ; Mau
Mo’o  ; Tidak

Kata Kerja
“Dusun : Indonesia”

Malan ; Berjalan
Mandrus ; Mandi
Kapui ; Memasak Nasi
Naruk ;Memasak Sayur/ikan
Mamai ; Memanjat
Huluk ; Masuk
Minau ; Turun
Lempat ; Lari
Mmsit ; Lari /Lompat
Tedot ; Loncat
Kinum ; Minum
Kuman ; Makan
Nyaput ; Nangkap
Nyepak ;Nendang
Nampar ; Jotos
Motong ; Netep
Moka ;Membelah
Mungkas ; Membongkar
Ngukeh/Ngelepak ; Melepas
Mindri ; Berdiri
Maharung ; Duduk
Komong ; Merangkak



Nama Hari
“Dusun : Indonesia”

Mengo ; Minggu
Sanayan ; Senin
Salasa ; Selasa
Arba ; Rabu
Kamis ; Kamis
Jamahat ; Jum’at
Sabtu ; Sabtu

Keadaan Alam
“Dusun : Indonesia”

Uran ; Hujan
Ka’i ; Terik Matahari
Riwut ; Angin
Barat ; Angin yang kencang
Mieng ; Gelap
Tarawa ;Terang
Juhu ; Banjir Bandang
Banjir ; Banjir
Kiwa ; Malam Hari
Karndrau ;Siang Hri

Anggota Keluarga
“Dusun : Indonesia”

Amai/Apah/Abah/ Babah ; Bapak
Inai/Ama/amah/mamah ; Ibu
Tamo ; Paman
Ine ; Bibi
Itak ; Nenek
Kakah ;Kakek
An’i ; Adik
Kaka ; Kaka
Aken ; Ponaka
Ohe /Harau ; Istri
Wane ; Suamis
Opo’o ; Cucu
Sanget ; besan
Nantu ; Menantu


Nama Binatang
“Dusun : Indonesia”

Wawui ; Babi Hutan
Iwek ; Babi Peliharaan
Piak ; Ayam
Kaming ; Kambing
Kerewau ; Kerbau
Using ; Kucing
Tahu ; Anjing
Leso ; Tikus
Palanuk ; Kancil
Biang ; Bruang
Unyang ; Rusa
Parang ; Kijang
Memai ; Tupai
Tetung ; Landak
Munin ; Musang


Jenis Hewan
“Dusun : Indonesia”

Kolou ; Kura-kura
Kotap ; Penyu
Nipe ; Ular
Tangkalasak ; Cicak
Buah ; Buaya
Rimiran ; Bunglon
Nyua ; Kadal
Biliai ; Komodo
Kenah ; Ikan


Kata Tanya
“Dusun : Indonesia”

Tong Awe ; Kemana
Nawe ; Gimana
Ngunau awe ; Bagai Mana
Hye ; Apa
La hye ; Punya Siapa
De Hye ; Untuk Apa
Dela Hye ; Untuk Siapa



BUARABA dan SUJABITNA